Kita tidak boleh sebentar menggunakan lidah kita untuk Tuhan, tetapi kemudian mengeluarkan kata-kata kutuk dan caci-maki. 3:10 dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi. 3:11 Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama? 3:12 Saudara-saudaraku, adakah pohon ara dapat menghasilkan buah zaitun dan adakah pokok anggur dapat menghasilkan buah ara? Demikian juga mata air asin tidak dapat mengeluarkan air tawar. Dimanapun anda berada, kuasai lidahmu! Barangsiapa tidak bersalah dalam berkataannya, ia adalah orang sempurna, yang juga dapat mengendalikan seluruh tubuhnya.
“Berkat pewartaan dan anugerah ini, hidup fisik dan rohani kita, juga pada tahapnya di dunia, beroleh nilai dan makna sepenuhnya, sebab hidup kekal Allah de facto merupakan tujuan panggilan kita di dunia ini.” (Evangelium Vitae/EV1 / Di sini menjadi teramat luhurlah pandangan kristiani tentang hidup. Martabat hidup itu bukan hanya berkaitan dengan awal mulanya di dunia ini, yakni dengan kenyataan datangnya dari Allah, melainkan juga dengan tujuannya, yaitu berupa persekutuan dengan Allah dalam pengenalan dan cintakasih akan Dia. Konsekuensinya adalah hidup kekal itu sudah tumbuh dan mulai berkembang sejak manusia hidup di dunia ini.
Selain itu yang perlu dicatat pula sepanjang periode waktu itu hingga menuju Konsili Vatikan II (1962-1965) adalah munculnya ensiklik Casti Conubii pada tahun 1930 dari Paus Pius XI yang menilai hakikat perkawinan sebagai sebuah lembaga ilahi dengan menambahkan segi personal dari perkawinan yakni kasih antara suami dan istri. Kasih suami dan istri adalah “alasan utama perkawinan”, sejauh perkawinan dilihat sebagai “kesatuan penuh suami-istri”. Menjelang Konsili Vatikan II ada semacam dualisme pandangan tentang hakikat perkawinan yakni antara pandangan yang menekankan kesatuan suami-istri berdasarkan cinta timbal-balik dan sebagai lembaga ilahi.
Kita hanya tahu bahwa jalan-NYA bukanlah jalan kita, tetapi jalan-NYA adalah yang terbaik. Suatu saat ada perlombaan panjat tebing yang diikuti oleh para katak dari segala jenisnya. Ketika start semua penonton bersorak mendukung mereka. Tapi di tengah pertandingan, beberapa katak menyerah karena medan perlombaan sangat berat. Hanya ada lima katak terus berjuang mencapai garis akhir. Saat medan bertambah sulit para penonton yang tadinya mendukung para katak itu mulai tidak yakin akan kemampuan mereka. Mereka berteriak agar para katak menyerah saja. Bahkan sebagian memberitahu para katak bahwa medan yang berat itu berbahaya dan bisa membunuh mereka.